MAKALAH
ASWAJA AN-NAHDLIYAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aswaja
Dosen Pengampu : Drs, H. Asyhari Syamsuri, M.M.
Di Susun Oleh:
1.
Khoirul Umam NIM:
141510000179
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ JEPARA
TAHUN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik , dan
hidayah-Nya, sehingga dapat tercipta sebuah makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Aswaja(Ahlussunnah Wal Jamaah)
Makalah ini takkan
terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1.
Bapak Drs, H. Asyhari Syamsuri, M.M. selaku dosen mata
kuliah Aswaja (Ahlussunnah Wal Jamaah)
2.
Orang tua saya yang telah memberi motivasi, serta
memfasilitasi dalam berjalannya penyusunan makalah ini, dan tentunya yang
selalu mendo’akan demi kesuksesan anaknya ini.
3.
Seluruh rekan-rekan yang telah membantu, memotivasi dalam penyusunan makalah ini.
Dalam makalah ini Kami
bermaksud menuturkan materi yang akan dikaji
dalam kegiatan belajar mengajar. Makalah ini bukanlah makalah yang
sempurna, jadi tidak lepas dari sebuah kesalahan. Oleh karena itu, Kami memohon kritik dan saran yang dapat membangun
untuk masa yang akan datang.
Jepara,11 April 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Nahdlatul
Ulama didirikan sebagai Jam’iyah Diniyah
Ijtima’iyah (organisasi keagamaan kemasyarakatan) untuk menjadi wadah
perjuangan para ulama dan pengikutnya. Tujuan didirikannya NU ini diantaranya
adalah : Memelihara, Melestarikan, Mengembangkan dan Mengamalkan ajaran Islam
Ahlu al-Sunnah Wal Jama’ah yang manganut salah satu pola madzhab empat: Imam
Hanafi, Imam Maliki,Imam Syafi’i dan Imam Hanbali, Mempersatukan langkah para
ulama dan pengikut-pengikutnya, dan Melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan
untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian
harkat serta martabat manusia.
Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah
ajaran sebagaimana diungkapkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفَرَّقَتْ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ
فِرْقَةً.
(رواه أبو داود)
Artinya : “
Kaum Yahudi bergolong-golong menjadi 71, Kaum nasrani menjadi 72, dan umatku
(umat islam) menjadi 73 golongan. Semua Golongan masuk neraka kecuali satu. “
Para sahabat bertanya : Siapa satu yang selamat itu ? Rasulullah menjawab : “
Mereka adalah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah (penganut Sunnah dan Jama’ah).”
Apakah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah itu ? Ahlu al-Sunnah wa alJama’ah ialah Ma
ana ‘alaihi wa ash habi (apa yang aku berada di atasnya bersama sahabatku).”
Paham Ahlu al-Sunnah wa
al-Jama’ah sebagai idiologi Nahdlatul Ulama’ mencakup aspek aqidah, syari’ah dan akhlak. Ketiganya
merupakan satu kesatuan ajaran yang mencakup seluruh aspek prinsip keagamaan
Islam. Didasarkan pada Manhaj Al- Fikr (pola pemikiran) Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam bidang
aqidah, empat imam madzhab besar dalam bidang fiqh (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hanbali)[1],
dan dalam bidang tasawuf menganut manhaj Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Qasim
alJunaidi al-Baghdadi, serta para imam lain yang sejalan dengan syari’ah
Islam.
Ciri utama
Aswaja NU adalah sikap tawassuth dan i’tidal (tengah-tengah dan atau
keseimbangan). Yakni selalu seimbang dalam menggunakan dalil, antara dalil
naqli dan dalil aqli.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana pengertian Paham Ahlussunnah
wal jamaah?
2.
Bagaiman ajaran Ahlussunnah wal jamaah di bidang aqidah, syari’ah dan
akhlak ?
3.
Apa faktor NU ber ideologi ke paham Ahlussunnah wal
jamaah ?
4. Bagaimana
strategi NU dalam melestarikan paham Ahlussunnah
wal jamaah ?
1.3
TUJUAN PENULISAN
1.
Menjelaskan pengertian paham Ahlussunnah wal jamaah.
2.
Menjelaskan ajaran Ahlussunnah wal jamaah di bidang aqidah, syari’ah dan
akhlak.
3.
Menjelaskan faktor-faktor NU ber ideologi ke paham Ahlussunnah wal
jamaah.
4.
Menjelaskan strategi NU dalam
melestarikan paham Ahlussunnah wal jamaah.
BAB ll
PEMBAHASAN
2.1 PAHAM
AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
A. Pengertian Ahlussunnah Wal
Jamaah
Secara
etimologi, Istilah Ahlussunnah Wal Jamaah berarti golongan yang senantiasa
mengikuti jalan hidup Rasullullah SAW, dan jalan hidup para sahabatnya, Atau golongan
yang berpegang teguh pada sunnah rasul dan sunnah para sahabat, lebih khusus
lagi sahabat empat ( Khulafaur Rosidin).
Adapun wujud konkretnya, Ahlussunnah
Wal Jamaah tidak lain ialah golongan
yang senantiasa berpegang teguh terhadap petunjuk Al qur’an dan Al-Sunnah.
Artinya dalam segala hal merujuk kepada petunjuk Al qur’an dan Al-Sunnah.
Selanjutnya di terangkan :--------------------------------------------------
-----------------------------------
“Tatkala itu telah terjadi penamaan Ahlussunnah Wal
Jamaah bagi orang- orang memegangi sunnah nabi SAW. Dan Thoriqoh( cara hidup )
para sahabat dalam aqidah agama, amal perbuatan badaniyah dan ahlak hati”
Ada dua orang
ulama besar Ahlussunnah Wal Jamaah
yaitu:
1.
Imam Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-
Maturdi Al- Anshori. Dia hidup di samarkand 238-333H/852-944M, masih berselisih dengan sahabat besar Abu
Ayyub Khalid bin Zaid kulaib Al- Anshori yang rumahnya pernah di singgahi
Rasullulah SAW. Ketika perjalanan hijrah ke madinah. Kealimannya agak terkenal,
sekalipun yang menonjol dalam bidang
teologi. Kitab bakunya dalam bidang ini ialah kitab At-Tauhid terdiri dari 400
halaman lebih. Dalam bidang fiqih ia bermazhab hanafi.
2.
Imam Abul Hasan Ali bin Ismail Al-
Asyiarai, Masih berselisih dengan sahabat besar Abu Musa Al-syiari. Dia
terlahir di kota basrah 260-330 H/873-945M., memiliki karangan- karangan di
bidang teologi: Maqalat Al-Islamiyin Wa
Ikhtilaf Al-Mushallin, Al luma’ Fi Raddi Ahl Al- Zaighi Wal bida’ an dan lain sebagainya. Dalam masalah
fiqih beliau bermazhab imam Syafi’i. Teologi Al Asyi’ari memperoleh kemajuan
pesat karena dukungan penguasa khalifah Al- Muttawakil( 237-247H/817-861M ).
Adapun sebab
terpentingnya mengapa Al-Asy’ari
meninggalkan Mu’tazilah ialah karena adanya perpecahan yang dialami kaum
muslimin yang bisa menghancurkan mereka sendiri, kalau seandainya tidak di
akhiri. Sebagai seorang muslim yang mendambakan kepersatuan umat, dia sanagat
khawatir kalau Al qur’an dan Al hadist menjadi korban dari paham-paham Mu’tazilah
yang dianggapnya semakin jauh dari
kebenaran, Menyesatkan dan Meresahkan masyarakat. Hal ini di sebabkan karena
mereka terlalu menonjolkan pikiran.
Disamping itu, Ada ahli-ahli hadist anthropomorphist
yang selalu memegangi makna lahir dari hadist-hadist yang hampir menyeret islam
kepada kelemahan, kebekuan yang tidak dapat dibenarkan. Karena itu, Al- Asy’ari
mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis(Mu’tazilah)
dan golongan textualist( ahli hadis anthropomorphist). Ternyata langkah
jalan tengah tersebut dapat di terima oleh mayoritas umat islam, sebagai sikap
moderat atau tawassuth.
2.2 AJARAN ASWAJA DALAM BIDANG AQIDAH, SYARIAH DAN AKHLAK
Paham Ahlu Sunnah
wa al-Jama’ah dalam haluan Nahdlatul Ulama mencakup aspek aqidah, syari’ah dan
akhlak. Ketiganya merupakan satu kesatuan ajaran yang mencakup seluruh aspek
prinsip keagamaan Islam. Didasarkan pada Manhaj Al- Fikr (pola pemikiran)
Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam bidang aqidah, empat imam madzhab besar dalam
bidang fiqh (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali), dan dalam bidang tasawuf
menganut manhaj Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Qasim alJunaidi al-Baghdadi,
serta para imam lain yang sejalan dengan syari’ah Islam.
1.
BIDANG AQIDAH
A. Konsep Aqidah
Asy’ariyah
Aqidah Asy’ariyah merupakan jalan
tengah (tawassuth) di antara kelompok-kelompok keagamaan yang berkembang pada
masa itu. Yaitu kelompok Jabariyah dan Qadariyah yang dikembangkan oleh
Mu’tazilah. Dalam membicarakan perbuatan manusia, keduanya saling berseberangan.
Kelompok Jabariyah berpendapat bahwa seluruh perbuatan manusia diciptakan oleh
Allah dan manusia tidak memiliki peranan apa pun. Sedang kelompok Qadariyah
mamandang bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh manusia itu sendiri terlepas
dari Allah. Dengan begitu, bagi Jabariyah kekuasaan Allah adalah mutlak dan bagi Qadariyah
kekuasaan Allah .
Sikap tawassuth yang ditunjukkan oleh Asy’ariyah dengan konsep al-kasb (upaya). Menurut Asy’ari,
perbuatan manusia diciptakan oleh Allah, namun manusia memiliki peranan dalam
perbuatannya. Kasb memiliki makna
bebersamaan kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan . Kasb juga memiliki makna keaktifan dan bahwa manusia bertanggung
jawab atas perbuatannya.
Dengan konsep kasb tersebut, Aqidah Asy’ariyah menjadikan manusia selalu berusaha
secara kreatif dalam kehidupannya, akan tetapi tidak melupakan bahwa Tuhanlah
yang menentukan semuanya. Dalam konteks kehidupan sekarang, Aqidah Asy’ariyah
paling memungkinkan dijadikan landasan memajukan bangsa. Dari persoalan ekonomi,
budaya, kebangsaan sampai memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan kekinian,
seperti HAM, kesehatan , Gender, otonomi daerah dan sebagainya.
Sikap tasamuh (toleransi) ditunjukkan
oleh Asy’ariyah dengan antara lain ditunjukkan dalam konsep kekuasaan mutlak
Tuhan. Bagi Mu’tazilah, Tuhan wajib berlaku adil dalam memperlakukan
mahluk-Nya. Tuhan wajib memasukkan orang baik kedalam surga dan memasukan orang
jahat kedalam neraka. Hal ini ditolak oleh Asy’ariyah. Alasanya, kawajiban
berarti telah terjadi pembatasan terhadap kekuasaan Tuhan, padahal Tuhan
memiliki kekuasaan mutlak, tidak ada yang bisa membatasi kekuasaan dan kehendak
Tuhan. Meskipun dalam Al-Qur’an Allah berjanji akan memasukkan orang baik dalam
surga dan orang yang jahat ke dalam neraka, namun tidak berarti
kekuasaan Allah terbatasi. Segala keputusan tetap ada pada kekuasaan Allah.
Dengan demikian, bagi Asy’ariyah
rasionalitas tidak ditolak. Kerja-kerja rasional dihormati sebagai penerjemahan
dan penafsiran wahyu dalam kerangka untuk menentukan langkah-langkah dalam pelaksanaan
sisi kehidupan manusia. Yakni bagaimana pesan-pesan wahyu dapat diterapkan oleh
semua umat manusia. Inilah pengejawantahan dari pesan Al-Qur’an bahwa risalah
Islam adalah rahmatan li al-‘alamin.
Namun agar aspek-aspek rasionalitas itu tidak menyimpang dari wahyu., manusia
harus mengembalikan seluruh kerja rasio di bawah kontrol wahyu.
B. Konsep Aqidah
Maturidiya
Pada prinsipnya memiliki keselarasan dengan Asy’ariyah. Itu
ditunjukkan oleh cara memahami agama yang tidak secara ekstrem sebagaimana
dalam kelompok Mu’tazilah. Yang sedikit membedakan keduanya, bahwa Asy’ariyah
fiqhnya menggunakan madzhab Imam Syafi’I dan Imam Maliki, sedang Maturidiyah menggunakan
madzhab Imam Hanaf.
Sikap tawasuth yang ditunjukkan oleh
Maturidiyah adalah upaya pendamaian antara al-naqli
dan alaqli (nash dan akal). Maturidiyah berpendapat bahwa suatu kesalahan
apabila kita berhenti berbuat pada saat tidak terdapat nash (naql) sama juga salah, apabila kita larut tidak
terkendali dalam menggunakan rasio (aql)
. Menggunakan aql sama pentingnya dengan menggunakan naql. Sebab akal yang
dimiliki manusia juga berasal dari Allah, karena itu dalam Al –Qur’an Allah
memerintahkan umat Islam untuk menggunakan akal dan memahami tanda-tanda
(al-ayat) kekuasaan Allah yang terdapat di alam raya. Dalam al-Qur’an misalnya
ada ayat “liqaumin yatafa-karun, liqaumin
ya’qilun, liqaumin yatadzakkarun, la’allakum tasykurun, la’allakum tahtadun dan
sebagainya”. Artinya bahwa penggunaan
akal itu, semuanya diperuntukkan agar manusia memperteguh iman dan taqwanya
kepada Allah SWT.
2.
BIDANG SYARIAT
Dalam bidang Syari’at( fikih,
hukum islam) kaum Ahlussunnah Wal Jamaah berpedoman pada empat mazdhab, Yaitu
Imam hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Hanbali. Nahdlatul Ulama’ sebagai organisasi yang
berhaluan islam Ahlussunnah Wal Jamaah di kalangan pengikutnya sebagian bersar
mengikuti Mazdhab Imam Syafi’i.
Pertama : Imam Abu Hanifah Nu’man
bin Tsabit. Biasa disebut Imam Hanafi. Lahir 80 H, dan wafat tahun 150 H, di
Bagdad. Abu Hanifah berdarah Persia, digelari Al-Imam al-A’zham ( Imam Agung,
menjadi tokoh panutan di Iraq, penganut aliran ahlur ra’yi dan menjadi tokoh
sentralnya. Di antara manhaj istinbathnya yang terkenal adalah AlIhtihsan. Fiqh
Abu Hanifah yang menjadi rujukan utama mazhad Hanafi ditulis oleh dua orang
murid utamanya : Imam Abu Yusuf Ibrahim
dan Imam Muhammad bin Hasan As-Syaibani.
Kedua : Imam malik bin Anas. Biasa
disebut Imam Malik, dikenal sebagai “ Imam Dar alHijrah “, Imam Malik
adalah seorang ahli hadist sangat terkenal sehingga kitab monumentalnya
berjudul “ Al-Muwatha “ dinilai sebagai kitab hadist hukum yang paling shahih
sebelum adanya Shahih Bukhari dab Shahih Muslim (dua Kumpulan hadist shahih
yang menjadi rujukan ulama ahlussunnah). Imam Malik juga mempunyai konsep
manhaj istinbath yang berpengaruh sampai sekarang. Kitabnya berjudul alMaslahah
al-Mursalah dan Amal al-Ahl alMadinah.
Ketiga : Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i.
biasa disebut Imam Syafi’i. lahir 150 H di Ghozza, dan wafat pada tahun 204 H
di Mesir. Imam Syafi’i mempunyai latar belakang keilmuwan yang memadukan antara
Ahl al-Hadist dan Ahl al-Ra’yi, karena cukup lama menjadi murid Imam Malik di
madinah dan cukup waktu belajar kepada Imam Muhammad bin Hasan, di Baghdad. Dia
adalah murid senior Imam Abu Hanifah. Metodologi istinbathnya ditulis menjadi
buku pertama dalam usul figh berjudul al-Risalah. Pendapat-pendapat dan
fatwa-fatwa figh Imam Syafi’i ada dua macam. Yang disampaikan selama di Baghdad
disebut alQaul al-Qadim (pendapat lama), dan yang disampaikan setelah berada di
Mesir disebut “ alQaul al-Jadid ( pendapat baru ), tentang ini semua telah
dihimpun Imam Syafi’i dalam kitab “ Al-Um “.
Keempat : Imam Ahmad bin Hambal,
biasa disebut Imam Hambali. Lahir 164 H, di Baghdad. Imam Ahmad bin hambal
terkenal sebagain tokoh Ahl al-Hadist. Imam Ahmad bin Hambal adalah salah
seorang murid Imam Syafi’i selama di Baghdad, dan sangat menghormati Imam
Syafi’i. sampai Imam Syafi’I wafat masih selalu mendoakannya. Imam Ahmad bin
Hambal mewariskan sebuat kitab hadist yang terkait dengan hukum Islam berjudul
“ Musnad Ahmad “.
Alasan memilih kenapa empat Mazhab
saja : pertama : kualitas pribadi dan keilmuan mereka sudah masyhur . Kedua :
Keempat Imam Mazhab tersebut merupakan Imam Mujtahid mutlak Mustaqil, yaitu
Imam mujtahid yang mampu secara mandiri menciptakan manhaj al-Fikr, pola
metode, proses dan prosedur istinbath dengan seluruh perangkat yang dibutuhkan.
Ketiga ; Para Imam Mazhab itu mempunyai murid yang secara konsisten mengajar
dan mengembangkan mazhabnya yang didukung oleh buku induk yang masih terjamin
keasliaanya hingga saat ini.
3.
BIDANG AHKLAK(TASAWUF)
Tasawuf Aswaja An-Nahdliyah memiliki
prinsip, bahwa hakikat tujuan hidup adalah tercapainya dunia akhirat dan selalu mendekatkan diri
kepada Allah SWA. Untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah, dicapai melalui
perjalanan spiritual, yang bertujuan untuk memperoleh hakikat dan kesempurnaan
hidup manusia (insan kamil). Namun hakikat yang diperoleh tersebut tidak boleh meninggalkan garis garis syariat yang telah ditetapkan oleh
Allah dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Syariat harus merupakan dasar
untuk pencapaian hakikat. Inilah prinsip yang dipegangi tashawwuf (tasawuf)
Aswaja.
Kaum Ahlussunnah Wal Jamaah dalam
bidang ahklak atau tasawuf mengikuti dua pemikiran tasawuf yaitu Abu Qasim al- junaidi dan
Imam Ghazali. Dalam kitabnya,” Kimiya’u as Sa’adah” Imam Ghazali berkata:” Bahwa
tujuan memperbaiki ahklak adalah untuk membersihkan hati, kotoran hawa nafsu
dan amarah. Sehinggah hati menjadi suci bagaikan cermin yang dapat menerima nur
cahaya tuhan”. Nabi Muhammad SAW. Pernah bersabda: Syari’at itu perkataanku,
tarekat itu perbuatanku dan hakikat itu adalah kelakuanku”. Dalam ilmu
tasawuf di jelaskan bahwa arti tarekat
adalah jalan atau petnjuk dalam melakukan ibadah sesuai ajaran yang di
contohkan Nabi Muhammad SAW. Dan di kerjakan para sahabat tabi’in dan tabiit tabiin,
para ulama hingga sampai kepada kita.
Jadi orang yang bertasawuf adalah orang yang menyucikan
diri lahir dan batin dengan menempuh jalan( Tarekat) atas dasar tiga tingkatan,
yang menurut Imam Abu al qasim al-
junaidi dikenal dengan; Takhalli,
Tahalli, dan Tajalli.
1) Takhalli
yaitu mengosongkan diri dari sifat-
sifat tercela baik lahir maupun batin, seperti hasut, tamak, takabbur dan lain
sebagainya.
2) Tahalli yaitu mengisi dan membiasakan diri
dengan sifat- sifat terpuji,seperti takwa, ihlas, syukur dan lain sebagainya.
3) Tajalli
yaitu mengamalkan sesuatu yang dapat mendekatkan diri pada Allah (SWT) seperti
salat sunnah, zikir, puasa dan lain sebagainya.
1.3 FAKTOR NU BERPAHAM ASWAJA
Ahlussunnah Wal Jamaah bukanlah paham yang kaku.
Melainkan sebagai paham yang moderat. Prinsip moderat ini dapat dilihat dari
pola berfikir dan kerangka yang di
apakai( Manhaj al- fikr) memakai poal
pikir moderat dan menegahi( Al- I’tidal Wa Attasawuf ), Hermonis dalam arti
serasi dan seimbang (At- Tawazun ), Toleran( At-Tasahliuh) bertidak adil dan
berani( Al-Adi Wa Al- Jurah). Prinsip Al- Manhaj al- fikri( metode berfikir )
yang di kembangkan oleh Ahlussunnah Wal Jamaah adalah prinsip Syura(
Musyawarah) Al-Adi ( Keadialan), Al-Hurriyah (Kebebasan), Al- Musawah (
Kesetaraan derajat) dalam aplikasinya NU memakai dasar kaedah
=============================
Hal ini merupakan
perkembaagan dari salah satu prinsip Aswaja, Yakni Tawasuht( Moderat ) prinsip
tidak ekstrim baik kuno maupun modern. Rumusan inilah menurut NU untuk
dikembangakan secara dinamis tanpa harus saling menuduh dan mengklaim diri
lebih islami dan lebih Ahlussunnah Wal Jamaah, Apalagi di sertai saling
menyesatkan antara yang satu dengan yang lain, dan lebih fatal lagi jika saling
mengkafirkan. Oleh karena itulah, Hal ini yang menjadi faktor bagi NU untuk di
jadikannya halauan dalam manhaj al- fikr.
1.4 STRATEGI NU DALAM MELESTARIKAN PAHAM ASWAJA
Strategi yang digunakan oleh NU dalam memahami, melestarikan, dan mengaktualkan
ajaran Aswaja dalam kehidupan individu maupun masyarakat melalaui tiga macam
cara yakni:
A. Pendekatan
doktrinal
Yakni memahami dan
mengaktualakan Ahlussunnah Wal Jamaah dengan memahami doktri dan ajaran yang
dirumuskan dalam kitab ilmu kalam sunni, diskusi dan pengajian formal amaupun
non formal.
B. Pendekatan Historis
Yakni menelusuri
perkembanagan ke-sejarah-an, dimana Ahlussunnah Wal Jamaah berusaha mencari
titik temu perbedaan yang terjadi di anatara para sahabat maupaun ulama.
C. Pendekatan kultural
Pedekatan yang
menitik beratkan pada penghargaan nilai-nilai budaya masyarakat setempat.
Dengan memahami
Ahlussunnah Wal Jamaah melalui berbagai pendekatan tersebut, diharapkan lebih
berkualitas dalam pengembanagan umat islam, tidak sekedar doktrin.
BAB llI
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Islam penganut paham Ahlussunnah Wal
Jamaah adalah islam yang mengamalkan ajaran Nabi Muhammad SAW, Sahabatnya serta
mengikuti ahklak dari ulama salafusshalihin. Nahdlatul ulama’ sebagai organisasi
islam yang menganut faham Ahlussunnah Wal Jamaah dalam bidang aqidah menganut
ajaran tauhid imam Al- Asy ari (260- 324H ), Imam Al- Maturidi, dalam bidang
fiqh menganut salah satu mazhab 4 yaitu Imam Hanafi( 80- 150 H ), Imam Malik (
93- 179 H), Imam Syafi’i ( 150-204 H), Imam Ahmad Hanbali( 164- 199H). Dan
dalam bidang tasawuf menganut ajaran imam Ghozali (450-504 H) dan Abu Al- Qasim
Al- Junaidi.
Ahlussunnah Wal
Jamaah bukanlah paham yang baku. Melainkan sebagaui paham yang moderat. Prinsip
moderat dapat dilihat dari pola pikirdan kerangka yang dipakai ( manhaj al-
fikr) memakai pola pikir moderat dan menengahi ( Al- I’tidal Wa At-tawassut)
harmonois dalam arti serasi dan seimbang ( Al- Tawazun), toleran ( At-Tasamuh)
bertindak adil dan berani.
Prinsip Al-
Manhaj Al- Fikr( Metode berfikir) yang di kembangakan oleh Ahlussunnah Wal
Jamaah adalah prinsip Syura ( Musyawarah) Al- Adi( Keadilan), Al- Hurriyyah (
Kebebasan). Strategi yang digunakan oleh NU dalam memahami, melestariakan, dan
mengaktualkan ajaran Aswaja dalam kehidupan individu maupun masyarakat melalaui
tiga macam cara yakni:
1.
Pendekatan doktrinal
2.
Pendekatan Historis
3.
Pendekatan kultural
Dengan memahami
Ahlussunnah Wal Jamaah melalui berbagai pendekatan tersebut, diharapkan lebihh berkualitas
dalam pengembanagan umat islam, tidak sekedar doktrin.
3.1 PESAN DAN KESAN
1) Semoga
makalah ini manfaat bagi penulis (khusunya) dan pembaca pada (umumnya).
2) Dengan
adanya makalah ini,di harapkan kepada rekan-rekan
mahasiswa agar dapat meningkatkan pemahaman tentang Aswaja An-Nahdliyah beserta strategi yang di lakukan
oleh Strategi yang digunakan oleh NU dalam memahami, melestariakan, dan
mengaktualkan ajaran Aswaja dalam kehiduoan individu maupun masyarakat.
Demikian makalah ini penulis
sampaikan, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis dengan lapang dada akan menerima kritikan-kritikan yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Atas perhatiannya dan partisipasinya
kami mengucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Di samping ke empat
mazhab tersebut yang sampai kini masih mamiliki pengikut, ada imam-imam mazhab
yang kurang terkenal , yaitu imam-imam : Al- Auza’i (88-157H), Laist bin Sa’ad
(94-175H), Safwan Ast- Tsauri( 95-175H), Ishaq bin rahawaih ( 161- 238H), Sufyan Bin ‘Uyainah( 107-178H), Dawud Al-
Dhohiri Dan Ibnu Jarir At- Thabari.
Bagaimana bisa sampeyan menuliskan "Teologi Al Asyi’ari memperoleh kemajuan pesat karena dukungan penguasa khalifah Al- Muttawakil( 237-247H/817-861M )" sedangkan beliau lahir tahun 873?
BalasHapusizin copas kak
BalasHapus